Pukul 08.30 pagi, saat segarnya sinar matahari diwaktu dhuha
menceriakan alam kakiku mengayun menuju ladang yang jaraknya mungkin hanya 200
m dari rumahku karena ibu menyuruhku untuk memetik cabai rawit.
Di jalan setapak dipekarangan belakang rumahku aku disambut
oleh dua ekor belalang yang berbeda di atas dedaunan tumbuhan semak-semak di
kanan dan kiri jalan. Sebenarnya aku ingin berlalu saja tapi melihat belalang
di sebelah kiriku aku tertarik untuk mengamatinya. Aku penasaran belalang jenis
apa ini. Sepertiny bukan jenis belalang yang biasanya aku temui di sawah. Masya
Allah ternyata kaki belakang si belalang ini tinggal satu. Kasihan.. Pasti ia
mengalami kesulitan dalam meloncat. Lalu ku pun memegang dan mengangkatnya
dengan tanganku aku ingin mengaamati pangkal kakinya yang tlah putus.
Subhanallah.. siapa yangmenyembuhkan dan
menjaga belalang malang ini? Allah lah. Allah yang Maha Pengasih yang
menjaganya hingga dalam keadaan yang seperti ini ia masih bertahan hidup. Aku
coba untuk meletakkannya lagi diatas daun, aku ingin memotretnya. Tapi ia
langsung meloncat begitu ku letakkan. Walau kaki belakangnya hanya satu tapi
loncatanya cukup jauh. Pelajaran yang diberikannya:
bersabar dalam cobaan, kuat kuat dalam melangkah, tidak menjadikan kekurangan
sebagai penghalang akan pencapaian yang seharusnya.
Dan di semak sebelah kananku diantara ranting dan daun menempel
seekor belalang cokelat yang postur tubuh dan kaki-kakinya amat kurus tapi
panjang, tubuuhnya hanya sebesar lidi terlebih kakinya lebih kecil lagi. Sehingga
belalang ini sungguh mirip ranting. Waktu aku melihatnya pertama kali dulu akupun
mengira bahwa itu ranting atau tangkai daun albasiah yang daun-daunnya telah
rontok, tlah berubah warna menjadi cokelat dan tersangkut di atas semak. Tentu saja
Allah membuatnya demikian untuk melindungi belalang ni dari musuh. Ah ini
adalah belalang yang beberapa hari yang lalu aku ambil fotonya ketika lewat
sini dan… wow ternyata ia menempati posisi yang sama setidaknya pada ranting yang
sama seperti lima hari yang lalu. Entah memang selama lima hari ini ia tidak
meninggalkan tempatnya atau hanya kebetulan aku melihatnya pada tempat yang
sama seperti aku lihat lima hari sebelumnya.
Aku tiba di ladang. Sinar mentari sudah cukup hangat, tapi
menyegarkan. Ku menginjakkan kakiku di tanah ladang, rerumputan hijau masih
bermadikan embun. Ku amati sekilas cabe-cabe yang akn ku petik. Sebagian pohon
terserang hama sehingga buahnya busuk, sayang.. Tapi Alhamdulillah sebagian
yang lain masih sehat dan bagus buahnya, cabai-cabai yang imut dan lucu.
Ah aku tidak nyaman dengan sandal jepit yang menjadi alas
kakiku. Aku melepaskannya. Kubiarkan telapak kakiku menikmati empukknya tanah
dan rerumputan yang sangat segar. Kumulai memetik cabai-cabai yang imut dengan
mengucapkan basmallah dan juga hamdallah sebagai ungkapan syukur atas
karunia Allah. Subhanallah… kurasakan
pagi ini semakin indah. Kicauan burung-burung kecil di atas ranting pohon jati
yang belum begitu inggi disebelah ladangku ini begitu merdu dan indah.
Sepertinya mereka sedang bernyanyi, bercengkerama penuh kecerriaan dan
berbahgia menyambut hari. Ahai sungguh indah memetik cabai di pagi yang cerah
dengan di temani meriahnya kicauan burung. Allah Yang Maha Pencipta-lah yang
telah mencipta semua keindahan ini. Pagi ini hanyalah salah satu dari milyaran pagi dan keindahan yang Dia Ciptakan
di kolong langit ini.
Rasakanlah keindahan alam ini, disana ada Asma Allah. Bersyukurlah
dan berbahagialah Allah masih menghadiahkan pagi ini untukmu, Allah memberikan kesempatan untukmu
memperbaiki diri. Manfaatkanlah sebaik-baiknya sisa hidupmu.
Waktu dhuha memang begitu indah dan bertabur berkah. Ya
Allah jadikan aku jiwa-jiwa yang selau bersyukur kepada-Mu…